3360

Ulasan 3360 | #2

Ima Rochmawati
Pembaca, tinggal di Tangerang Selatan

Judul : 3360
Penulis : Daniel Mahendra
Editor : Anin Patrajuangga
Desainer sampul & ilustrasi: Sapta P. Soemowidjoko
Halaman : vi + 322 hal, Grasindo, Jakarta, 2014
Harga : Rp 55.000,00

Simbol pada desain sampul buku berupa rel kereta oleh Sapta P. Soemowidjoko, memberi banyak penjelasan bahwa novel ini sebuah novel perjalanan.  Saya agak bertanya-tanya dengan warna sampul yang didistorsi berwarna ungu, namun jenis huruf pada judul tidak berkesan manis malah menumbuhkan surealis dipadukan gambar rel kereta dengan gaya ilustrasi yang memberi kesan “tua” , “lelah”, “panjang”, dan “misterius”, seolah memberi gambaran banyak cerita dibalik semua proses perjalanan.

“Sekali dalam hidup orang mesti menentukan sikap.  Kalau tidak, dia takkan jadi apa-apa,” kutipan dialog Nyai Ontososroh pada Annelis dalam buku Bumi Manusia yang diberikan Pakde pada Ra.

Novel yang menarik dan sarat tanda di balik perjalanan, ada cinta, mimpi, pencarian, dan makna.

Begitu pun yang keputusan yang diambil oleh Ra untuk melakukan keliling dunia dengan menggunakan kereta api. Banyak pihak terutama CEO penerbitan tempat Ra bekerja berat melepaskannya.  Di balik kesuksesan sebagai pimpinan redaksi di sebuah penerbitan, ternyata menyimpan banyak kegelisahan bagi karakter seorang Ra-nama pendek dari Namara.  Ada kisah dibalik tubuh yang mendorong Ra menjadi karakter perempuan yang unik.  Persoalan cinta yang mendalam terhadapa Damar, membuatnya tertantang untuk membuktikan bahwa dirinya bisa melakukan perjalanan sendiri.  Kereta api menjadi pilihan hati Ra, karena mempunyai filosofi sendiiri.  Ada kedekatan sikap hidup dibalik kereta, perjalanan dan pertemuan.  Ada cinta, mimpi, pencarian, dan makna.  Seperti yang tertulis di halaman 299,

“Tak kusangka, aku betul-betul dipertemukan dengan individu-individu yang memiliki tujuan jelas dalam hidupnya.  Orang-orang yang tahu betul untuk apa mereka melakukan perjalanan.”

Membaca novel 3360 karya Daniel Mahendra, seperti membaca kembali buku perjalanan DM berjudul Atap Dunia.  Bedanya, tokoh utama dalam novel ini, Namara-seorang perempuan- seolah menggantikan DM sebagai tokoh juga penulis dalam buku Atap Dunia.  Saya seringkali agak “terganggu” saat membaca dari paragraph ke paragraph ketika Ra dalam tubuh perempuan ada kemiripan perjalanan DM dalam tubuh laki-laki.  Sampai akhirnya, sayapun membayangkan tokoh Ra di buku itu fisik saya sendiri (pembaca).  Namun, karena data untuk kebutuhan novel ini sesuai dengan perjalanan penulis, sehingga data yang mendukung untuk kebutuhan jalan cerita lebih akurat.

Bedanya, alur cerita lebih kompleks, kehidupan pribadi Ra lebih digali dan alasan-alasan personal Ra, banyak menguak sisi percintaannya dengan Damar, kondisi keluarga yang kompleks dan persahabatannya yang menyenangkan.   Di tiap bab, kamu akan menemukan potongan-potongan cerita hati Ra yang membentuk satu kesuluruhan isi jiwa Ra. Uniknya, disetiap lembar akhir babak cerita selalu ditutup dengan melampirkan lirik musik yang mengiringi kondisi ceritanya.  Musik menjadi bentuk refleksi setiap babak cerita, musik identik dengan perjalanan hati, seolah sudah begitu saja ia mendatangimu dan melengkapi situasi hati.  Boleh dicoba oleh pembaca, setiap beres baca per bab sambil menyalakan musiknya di youtube.

Kamu akan menemukan kekuatan makna dibalik perjalanan diakhir bab, jadi saran saya bacalah sampai tuntas.  Life is the train, not the station.

@imatakubesar

Serpong, 17 Desember 2014

________________________________

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di matakubesar.blogspot.com [Desember 2014].