Berlikunya Jalan ke Atap Dunia

Ulasan Perjalanan ke Atap Dunia | #12

Oleh Hardi Vizon

Kuhempaskan tubuhku di kursi. Penat sekali rasanya. Panasnya udara siang itu, seperti membakar seluruh badanku. Kunyalakan kipas angin dan kuteguk sebanyak-banyaknya air putih dingin yang baru saja diambilkan istriku dari lemari es. Dinginnya air itu sedikit bisa menggantikan cairan tubuhku yang menguap dibawa cahaya mentari siang itu.

Kepenatan tubuhku itu sebetulnya tidak seberapa dibanding kepenatan pikiranku. Berbagai persoalan dan kesulitan bertubi menghampiri, hampir tak berkesudahan. Rencana besar yang sudah kususun untuk segera kudapatkan di akhir tahun nanti, seperti semakin berliku untuk bisa kudapatkan. Hampir saja aku menyerah dan ingin menghentikan semuanya.

Belum habis pikiran itu berputar-putar di otakku, tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah bingkisan berwarna coklat di atas meja kerjaku.

“Itu apa?”, tanyaku pada istriku sambil menunjuk ke bungkusan tersebut

“Diantar pak pos tadi”, jawab istriku sambil beranjak dari duduknya dan mengambil bungkusan tersebut.

Kuambil bungkusan itu dari tangan istriku dan membaca tulisan di atasnya. Senyumku mengembang, begitu melihat siapa pengirimnya.

“Hai, datang juga kiriman dari dia. Kupikir masih lama..”, seruku.

Tanpa pikir panjang, kubuka bungkusan tersebut, dan dalam sekejab sepucuk buku berjudul “Perjalanan Ke Atap Dunia“, karya Daniel Mahendra (DM), terlihat di depanku.

“Jadi juga bukunya”, gumamku

Kubuka halaman demi halaman, dan baru saja beberapa halaman, sebuah tulisan tangan dari DM terpampang jelas di hadapanku. Senyumku terasa kecut begitu membacanya. Ada gemuruh yang luar biasa terasa di dadaku.

Quote “Jalan berliku akan melahirkan supir tangguh, lautan bergelombang akan melahirkan nakhoda hebat“, mungkin akan terasa biasa saja bagiku, jika tidak dalam kondisi saat ini dan jika ia tidak berasal dariku.

Ya.. quote itu dulunya aku berikan kepada DM dalam salah satu komentar pada tulisan di blognya. Entah kenapa, quote itu ia ambil dan berikan lagi kepadaku. Tidak hanya itu, ternyata quote itu pun menjadi pembuka tulisannya pada halaman 72 yang berjudul “The Terminal”.

Aku merasa tertampar dengan tulisan tersebut. Aku yang nyaris putus asa dengan berlikunya jalan yang tengah kulalui, tiba-tiba diberi kalimat motivatif yang berasal dariku sendiri. Oh God..! DM dan bukunya itu, hadir benar-benar dalam waktu yang tepat. Aku merasa beroleh energi yang luar biasa besarnya.

Buku yang tengah aku pegang itu, merupakan reportase perjalanan DM menuju Tibet alias Negeri Atap Dunia. Secara gamblang menceritakan bagaimana berlikunya jalan dan bergelombangnya lautan yang dilaluinya demi mewujudkan cita-cita masa kecilnya. DM membuktikan melalui bukunya tersebut, bahwa impian yang dijaga dan diusahakan dengan baik, akan berhasil terwujud, meski harus jatuh bangun untuk bisa meraihnya.

Meski sudah pernah membaca tulisan-tulisan tersebut melalui blognya, tapi membacanya kembali dalam bentuk buku, melahirkan sensasi yang berbeda. Apalagi, DM memberikan sedikit perubahan dalam tulisannya di buku tersebut. Sehingga, aku tidak merasa membaca ulang tulisannya. DM benar-benar piawi menganyam kata demi kata. Pantas jika ia disebut sebagai Penganyamkata.

Reportase DM tidak biasa. Ia menceritakan pengalaman perjalanannya dengan jalan fiksi. Mahir sekali ia bercerita. Sehingga membuatku merasa ikut bersamanya dalam perjalanan itu. Apalagi di tengah-tengah buku tersebut, terselib beberapa halaman berisikan foto-foto lokasi yang ia lewati. Aih.. indah nian perjalanan kawanku itu..

Kututup buku itu, dan kuhela nafasku panjang-panjang. Senyumku kini benar-benar mengembang. Aku bahagia atas capaian DM. Aku salut atas kerjakerasnya. Dan yang terpenting, aku kini bisa kembali bersemangat dalam melewati berlikunya jalan dan bergelombangnya lautan yang ada di hadapanku. Aku yakin, sebagaimana DM, insya Allah aku akan mampu meraih segala impianku.. Amin..

Terima kasih Dan..
Ini quote untukmu:
A man travels the world in search of what he needs and returns home to find it” (Goerge Edward Moore).

_________________________

* Dosen, tinggal di Jogjakarta.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di Surau Inyiak [Mei 2012].