“Epitaph” Daniel Tulis dari Kisah Tragis Kakaknya

Ulasan Epitaph | #19

Oleh Ahmad Wayang

Sabtu (19/6) Rumah Dunia menggelar bedah buku “Epitaph” (Kakilangit Kencana, 2010) karya Daniel Mahendra. Gol A Gong dan Niduparas Erlang sebagai pembedah. Acara mundur 1 jam ke pukul 14.30 WIB, karena gerimis. Sekitar 40 tamu undangan mengikuti bedah buku ini. Aa Swistien dan Hj. Lilis dari Jakarta jadi peserta diskusi.

“Membaca Epitaph, saya merasa terus terseret alurnya yang deras dan bahasanya yang ‘cair’,” kata Nidu dalam diskusinya. Nidu mengaku mulai membaca Epitaph dalam waktu satu minggu saja, dari tebal buku 358 halaman. “Saya menikmatinya, sungguh. Meluncur, meliuk, berkelok, berkitar-kitar, berpusing, berguncang, sembari sesekali bergidik ngeri, tertawa, sesak, mual, marah, emosi, tercabik,” kata Nidu dalam paparannya, mengungkapkan sensasi setelah membaca Epitaph.

Diakui Nidu, penulisan cerita dalam Epitaph, secara struktur mengingatkannya pada Max Havelaar-nya Multatuli dan Atheis-nya Achdiat K. Mihardja, yakni cerita yang berawal dari sebuah naskah yang diberikan seseorang yang akan menjadi tokoh sentral dalam novel ini.

“Teknik penulisan Daniel sudah cukup tinggi. Sehingga dia mampu menyamarkan fakta dalam karya fiksi. Orang yang tidak tahu tentang tragei kapal itu, mungkin akan menyangka itu adalah cerita fiksi atau cerita rekaan saja,” kata Gol A Gong. ”Alurnya maju, mundur, melompat-lompat, poin of viewnya berubah-ubah dan bebas merdeka, sehingga mengandung jebakan-jebakan bagi pembacanya.”

Diakui Daniel, dalam proses kreatifnya membuat novel Epitaph ini dibutuhkan waktu sepuluh tahun. “Selama sepuluh tahun itu, dari 1994 hingga 1996, saya terus mengumpulkan data-data dari semua koran lokal maupun nasional,” kata pria kelahiran 1 Agustus 1975. ”Di Rumah Dunia ini, saya baru mengatakan, bahwa novel ’Epitaph’ diangkat dari kisah nyata, yaitu peristiwa tragis yang menimpa kakak saya, sebagai korban yang tewas saat helikopter jatuh di gunung Sibayak.”

Buku Epitaph ini adalah buku trilogi dari Epitaph, Epigraf dan Epilog. Saat ditanya mengenai arti menulis, Daniel punya jawabannya, “Menulis sesuatu itu tidak hanya untuk dinikmati sendiri saja, tapi bermanfaat bagi pembaca.”

___________________

*relawan Rumah Dunia dan wartawan www.rumahdunia.com. Penulis buku Gilalova: Segila-gilanya Cinta (Gong Publishing, Mei 2010), bersama 25 cerpenis FLP Banten]