Epitaph

[ Novel, 2009 ]

Penerbit: Kakilangit Kencana – Prenada Media
Halaman: vii + 358 hal
Dimensi: 12,5 x 20 cm
ISBN: 978-602-8556-17-0

Editor: Syafruddin Azhar
Desain Sampul: Jeffry
Tata Letak: Siti Nurlaela
Foto Sampul: Lisa Febriyanti

Apa yang ada dalam benak kita seandainya kekasih kita, pasangan hidup kita, anak kita, atau orangtua kita hilang dan tak tahu berada di mana? Siapa yang mesti disalahkan? Siapa yang mesti bertanggung jawab? Dan siapa yang mesti mencari yang bertanggung jawab?

Novel Epitaph bercerita tentang secuil sejarah dunia perfilman di Indonesia yang dibalut dengan sebuah kejadian pelik berupa hilang dan jatuhnya helikopter di daerah Gunung Sibayak, Sumatera Utara, yang dinaiki oleh kru film dari sebuah Production House Jakarta ketika sedang melakukan pengambilan gambar dari udara.

Kru film yang terdiri dari dua mahasiswa IKJ (Institut Kesenian Jakarta) serta seorang wartawan yang menjadi sutradara menggunakan sebuah helikopter milik TNI Angkatan Darat. Persoalan terjadi ketika helikopter tersebut putus kontak dan hilang secara mendadak saat mulai terbang dari Bandara Polonia Medan. TNI AD lantas tidak mengakui kepada pers bahwa helikopter tersebut membawa serta kru film. Mereka memang mengakui bahwa helikopternya hilang, namun tidak berisi penumpang, melainkan semata pilot dan kopilot anggota TNI AD.

TNI AD menyisir lereng-lereng Gunung Sibayak, berpatokan pada jadwal rutin terbang mereka. Sementara tim SAR swasta melakukan penyisiran Gunung Sibayak, berpatokan pada denah kru film mengambil gambar dari udara. TNI AD tetap bersikeras: helikopternya tidak berisi penumpang. Tim SAR swasta tidak bisa melawan. Media massa menunggu peran. Dan dunia film Indonesia pun geger.

Hingga sebulan masa pencarian, helikopter tetap tidak ditemukan. Tim SAR swasta memutuskan untuk menghentikan pencarian. Pencarian dianggap selesai. Helikopter dinyatakan hilang. Persoalan dianggap mengambang. Adakah hidup semata penungguan?

____________________________________________

Tragis! Memainkan emosi pembaca. Membuat kita mereka-reka: mana fiksi dan mana fakta.

Gerson Poyk
Sastrawan dan Wartawan Senior

 

Hidup terdiri dari banyak kisah. Anggapan hidup adalah realitas jadi bias, karena setiap hari terhampar di hadapan kita kisah-kisah manusia luar biasa yang seolah fiksi, mampu menerobos batas akal manusia. Seperti halnya “Epitaph”; menyodorkan antara realitas dan fiksi. Membaca “Epitaph” kita bertanya-tanya, apakah ini berdasarkan realitas ataukah fiksi. Bahkan di akhir cerita, justru kita memiliki fantasi sendiri, jangan-jangan tulisan di batu nisan itu adalah diri kita!

Gol A Gong
Travel Writer, penulis novel legendaris Balada Si Roy dan pendiri Rumah Dunia

 

Epitaph adalah novel yang mengemas dunia jurnalistik dan film, ditulis dengan semangat menggabungkan antara suspens dan romantik. Sedap.

Kurnia Effendi
Penulis

 

Mengalir dengan kisah dan data yang cukup kuat. Novel Epitaph menyajikan kisah berbingkai dan pecahan alur yang indah di tiap babnya untuk membangun utuh fenomena yang lebih pelik; hegemoni negara.

Semata-mata bukan buruknya sistem penerbangan kita, bukan juga lembaga pemerintahan yang mendistorsi kenyataan demi tujuan bersifat material, novel bagian awal dari trilogi ini secara “cair” mengisahkan problem yang lebih rumit bila dijelaskan dengan fakta oleh para ilmuwan, jurnalis atau pun politisi.

Sihar Ramses Simatupang
Finalis 10 besar Khatulistiwa Literary Award (2009) untuk kategori sastra

 

Epitaph mengolah tema cinta dengan gaya ungkap yang menarik untuk direnungkan. Ada banyak pertanyaan filosofis yang diselipkan dalam benak para tokohnya, yang membuat kita bertanya-tanya dengan sesungguh hati, misal apa itu cinta dan dicintai, atau apa itu cinta dan mencintai? Epitaph tidak hanya bercerita atau berkisah lewat tokoh-tokoh yang dihidupkannya, akan tetapi juga ia tengah menggugat kesadaran kita agar kembali memahami dengan sesungguh hati tentang apa itu cinta dan dicintai dalam pengertian seluas-luasnya.

Soni Farid Maulana
Finalis 5 besar Khatulistiwa Literary Award (2006, 2007) dan finalis 10 besar (2009) untuk kategori puisi