Niskala – Daniel Mahendra

Ulasan Novel Niskala | #14

Oleh Ika Aprillyanti

Pejalan sejati adalah mereka yang bisa berkata cukup pada diri sendiri, kemudian melangkah menuju jalan dimana disebut Pulang.

* * *

Bercerita tentang Galang, seorang penulis dan juga traveler dengan berjuta kisahnya. Dia melakukan perjalanan ke gunung everest untuk menepati janjinya pada seseorang. Janji yang membuatnya terombang – ambing dalam perjalanan tanpa arah. Kata pulang pun terdengar begitu tabu di telinga Galang. Namun, seorang sahabat perjalan berkata padanya bahwa dengan berlari seperti tidak akan menyelesaikan masalah, ada baiknya Galang hentikan perjalanan ini dan pulang pada dia yang membutuhkan Galang.

Dia adalah Sanggita. Seseorang yang membutuhkan Galang.

Galang bertemu perempuan anggun, cantik, sederhana ini ketika dia meluncurkan bukunya. Melalui pertemuan singkat ini Galang mendapatkan satu perasaan yang berbeda dari Sanggita. Dia merasa bahwa Sanggita adalah perempuan yang tepat untuknya.

Pertemuan singkat itu berlanjut dengan mereka terus melakukan komunikasi selama kurang lebih dua tahun lamanya, tapi tidak melakukan pertemuan. Galang merasa terlalu segan untuk meminta bertemu dengan perempuan itu. Sampai pada hari dimana mereka kembali berkomunikasi dan disana Galang mengabarkan bahwa dia akan merilis buku baru. Dari sanalah keluar ajakan bertemu dari Sanggita. Sanggita mengundang Galang keradio tempat dia bekerja untuk membahas buku terbarunya.

Pertemuan pertama berjalan lancar.

Komunikasi kembali berlanjut dan mereka disatukan dengan pembicaraan mengenai traveling. Dari sana tercetus ide untuk berangkat traveling keluar negri bersama yang berujung ajakan Sanggita untuk kembali bertemu dan membicarakan rencana mereka.

Pertemuan pertama, kedua, ketiga dan selanjutnya, Galang semakin yakin pada perasaannya. Dia nyaman bersama Sanggita, tapi Galang beranggapan biarlah semua berlangsung seperti ini. Dia nyaman bersama Sanggita begitupula Sanggita dengannya. Menurut Galang status tidaklah penting ketika mereka bisa nyaman dan dekat seperti ini.

Hari itupun tiba, dimana Sanggita mengabari bahwa dia mendapatkan tawaran untuk menjadi dosen tetap di Jerman. Dosen tetap yang artinya Sanggita akan tinggal di jerman selamanya. Selamanya. Lalu bagaimana hubungan mereka.

Dari sini titik balik perasaan Galang dimulai. Menungkapkan kegundahan pada temannya, Galang mendapatkan nasihat untuk segera mengajak Sanggita menikah. Setelah difikirkan akhirnya Galang setuju, dia mengungkapkan perasaannya pada Sanggita dan diterima dengan hati terbuka oleh Sanggita.

Galang merasa hidupnya lengkap, perempuan yang dia idamkan sudah dia dapatkan. Apa semua berhenti disana? Tidak. Ketika Galang mendapati kenyataan keluarga Sanggita menganut paham yang melarang anaknya menikah dengan orang dari luar paham mereka, kemudian dia tambah dengan Sanggita yang juga menyimpan rahasia besar tentang keyakinannya pada sang pencipta.

Disini Galang ragu, haruskan dia terus melangkah? Dengan semua perbedaan yang membentang diarah mereka. Sanggita sudah setuju menikah dengannya, tapia sekarang giliran Galang yang merasa takut dengan semua pilihannya.

Ditengah kekalutan itu, beberapa teman memberinya nasihat. Sampai pada akhirnya Galang yakin dengan pilihannya. Menikahi Sanggita. Rintangan selanjtunya adalah restu orang tua Sanggita.

Disaat mereka berjuang untuk restu itu, satu musibah kembali datang. Sesuatu yang merampas keyakinan Galang, juga perasaan Sanggita.

Sebuah tragedi.

Apa yang terjadi? Apa yang akan Galang lakukan?

Sebuah novel perjalanan yang mengajarkan kita tentang arti kata PULANG.

* * *

Apa yang mesti aku tulis? Novel ini terlalu berkesan bahkan untuk diungkapkan dengan kata – kata. Cerita keseluruhan novel ini ngasih kita garis pandang lain untuk menjalani hidup, emang terkesna klise tapi kalian bakal rasain sendiri kalo udah baca novel ini secara keseluruhan. Seakan tiap kata yang tertulis berisi magic yang membuat kita mengerti dengan konflik para tokoh. Apa ungkapan ini terdengar terlalu berlebihan?

Intinya, jatuh cinta sama novel ini.

Dibuka dengan perjalan Everest, pas kalian baca bakal kaya lagi beneran ikut mendaki. Penuturan perjalanannya real banget. Mungkin karena emang genre novel ini novel perjalanan.

Sering banget kita diajak jalan – jalan melalui novel ini. Perjalanan ke everest yang, pendakian gunung Rinjai. Seriusan pas nerangin pendakian gunung Rinjani, detail banget ampe aku bisa tahu seluk beluk Rinjani hanya lewat novel. Terus pendakian gunung padang juga sama detailnya. Lagi perjalanan Sanggita selama di Jerman yang dia sering sepedaan ampe perbatasan prancis. Lalu tentang kesejukan Sitinggil yang bikin aku jatuh cinta karena nyatanya Sitinggil yang asli engga se-wah dinovel ini, hehehe itulah kerennya untaian kata.

Tokoh Sanggita yang kuliah jurusan Antropologi juga banyak jelasin tentang apa yang dia pelajari lewat sudut pandangnya. Ini seru, melalui novel ini banyak banget informasi yang aku dapet.

Sungguh Novel ini sarat akan makna. Engga Cuma menyuguhkan kisah cinta yang manis tapi banyak buah manis lain yang bisa kita petik. Seperti tentang kisah perjalanannya, cara pandang untuk menghadapi sebuah perbedaan, tentang bagaimana kita menyikapi keyakinan pada sang pencipta, informasi kebudayaan negara lain. Lengkap banget pokoknya.

Terlebih, dari semua klimak di novel ini ada satu yang aku alamin. Ketika Sanggita terkena amnesia parsial karena abses di otak.

Aku aware banget sama penyakit ini karena kebetulan Ayah juga mengidap penyakit ini. Tapi ga sampe amnesia parsial kaya Sanggita, karena kebeneran Ayahku diobati dengan antibiotik tanpa oprasi. Makanya, pas klimaks itu aku berasa berkaca pada kejadian keluarga beberapa bulan yang lalu, duh.

Apa lagi?

Ah, aku suka dari novel ini banyak kalimat – kalimat yang wajib dijadikan kutipan dalam kehidupan sehari – hari buat motivasi:

“Ketika kita sudah saling melengkapi dan merasa nyaman dengan kehadiran masing – masing, apa masih penting kalimat ‘Aku mencintaimu’ terucap dari bibir masing – masing?” – Niskala hal.69

“Semua orang bisa jatuh cinta, yang membedakan apakah diungkapkan atau tidak cinta itu.” – Niskala hal.86

“Perempuan itu tentang kepastian, jika sudah ada yang pasti tentang masa depannya, untuk apa dia memilih yang lain.Impian perempuan itu bukan karir cemerlang, tapi seorang lelaki pemandu hidupnya,” – Niskala hal. 110

“Menungkapkan cinta di waktu yang salah, sama saja dengan membuat sungai tanpa bermuara” – Niskala hal. 113

“Peminum kopi itu pemikir, sementara peminum teh itu romantis.” – Niskala hal.122

“Manusia itu mahluk luar biasa. Ia bersedia menjebakan diri dalam ilusi yang dia ciptakan sendiri” – Niskala 160

“tak ada cinta yang tak konyol. setiap orang yang jatuh cinta, selalu terjerembab kedalam kekonyolan. Tetapi itulah satu – satunya pertanda bahwa ia masih pantas disebut manusia” – Niskala hal. 162

Mungkin, Niskala ini bakal masuk ke jajajaran Novel kesukaan dan bakal ada sesi pembacaan ulang. Dan lagi, nampaknya aku bakal cari – cari novel karya Daniel Mahendra kedepannya.

Jadi?

Sudahkah kita menemukan jalan pulang?

_________________________________

* Pembaca, tinggal di Bandung.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di treasureom.wordpress.com [Februari 2015].