Perjalanan ke Atap Dunia [16]

Ulasan Perjalanan ke Atap Dunia | #49

Oleh Hajaribrohim Binti Mahmod

“Bermimpi itu tidak salah, asalkan hala tuju untuk mencapai mimpi itu bersungguh-sungguh dan bukan hanya tercoret di bibir yang selalu menipu.”

Berikut adalah sepotong ayat yang paling aku ingat, dimana aku coretkan di dalam blogku pada tanggal 1 Januari 2010. Sedari kecil, aku punya banyak cita-cita. Aku punya banyak mimpi-mimpi. Aku mulai keluar dari rumah untuk travel pada jarak dekat sewaktu umurku 15 tahun pada tahun 2001 (Johor-Kuala Lumpur, melawat kakak ku serta familinya). Walaupun dekat, emosi anak kecil tentu saja melonjak gembira! Bisa ngeluyuran sendiri kesana kemari.

Sepanjang hidup, keinginanku sememangnya mahu traveling seluruh dunia, jadi aku memberanikan diri untuk keluar daripada Malaysia pada tahun 2007. Ya tidak jauh, cuma ke Singapura. Aku ditemani seseorang yang paling aku cintai hingga kini – melewati border pass dan pusing-pusing terus seperti orang jakun di negara jiran.

Sedikit demi sedikit, pada tahun-tahun seterusnya, aku semakin berani untuk melewatkan kakiku ke tempat lebih jauh seperti Shanghai di China – Hatyai/Krabi di Thailand – Jakarta, Bandung, Lombok di Indonesia dan beberapa tempat lagi. Justeru minatku dengan kecantikan alami, aku sudah 3 kali backpacking ke Bandung dalam masa setahun. Bandung cantik sekali! Selain traveling, aku penasaran dengan aktiviti outdoor seperti camping dan hiking, jadi aku putuskan untuk mendaki semua gunung yang ada di dunia ini – kalau diizinkan Tuhan. Sepanjang perjalananku sebagai backpacker dan hiker, Rinjani di Lombok adalah gunung yang tercantik pernah aku daki dan lansung jatuh cinta.

Perjalananku ke Bandung pada tahun 2012 telah menemukan aku dengan Perjalanan Ke Atap Dunia, disaat aku sedang mencari-cari novel koleksi Andrea Hirata di toko buku. Aku tertarik dengan perkataan “Tibet, Nepal, dan China Dalam potret Jurnalisme” yang tertera pada kulit buku lalu aku gapai dan menyingkap helaiannya satu persatu. Aku ingin sekali ke Tibet dan Nepal. Semasa aku ke China dulu, aku tidak punya peluang untuk ke Tibet – kurang uang belanja. Jadi aku menyimpan hasrat untuk ke Tibet juga satu hari nanti, dan ke Annapurna juga. Saat itu aku tak punya cukup uang untuk membeli Perjalanan Ke Atap Dunia, karena terlebih dahulu aku sudah membayar seluruh uang baki perbelanjaanku untuk novel lain. Jadi aku kira, aku akan mencari Perjalanan Ke Atap Dunia setelah aku pulang ke Malaysia.

Aku tidak pernah kenal Daniel Mahendra sebelum ini. Puas aku pusing ke seluruh toko buku di Kuala Lumpur untuk mencari Perjalanan Ke Atap Dunia tetapi tidak berhasil. Maka pencarianku tertangguh untuk beberapa ketika sehinggalah aku menemukan Mas Daniel di Twitter. Ya Tuhan telah menemukan aku dengan penulisnya terus! Dan dengan izin Tuhan juga, buku yang aku nantikan “Perjalanan Ke Atap Dunia” kini selamat berada didalam tanganku, dan aku sudah pun khatam membacanya!

Banyak perkara yang aku pelajari, dan aku amat terdorong untuk terus bermimpi demi mencapai cita-citaku.

Betapa pentinggnya sebuah tindakan. Ketika kita mulai memutuskan sesuatu, tiba-tiba isi kepala kita bekerja dengan sendirinya: bagaimana untuk mencapai sesuatu tersebut.” – Hal 20.

Mas Daniel ternyata berjaya membawa aku menaiki kereta api menuju ke Tibet. Penulisannya sangat ikhlas dan dipenuhi excitement, aku juga turut excited membaca tiap lembar, dan kadang-kadang ada beberapa potong ayat yang membuatku mengalirkan air mata – yang aku pun tidak pasti mengapa. Aku kira, mungkin Mas Daniel menulis terus dari hati – dan ianya berjaya menyentuh hati lain. Disaat membaca bahawa Mas Daniel mengalami Acute Mountain Sickness di EBC, aku jadi merinding juga dan dapat merasakan kesakitan itu kerana aku sendiri pernah mengalami AMS saat mendaki Gunung Kinabalu tempohari. Syok!

Sesungguhnya apa yang dinukilkan di dalam buku ini adalah realiti seorang pemimpi; seperti aku. Ianya tidak sahaja fokus kepada destinasi itu sendiri. Sesungguhnya persiapan dan perjalanan sepanjang trip itulah yang paling penting. Betapa kita akan menghargai setiap hal-hal yang kecil, yang selalu kita acuh tak acuh. Sesungguhnya traveling akan membuatkan kita lebih menghargai diri sendiri dan mendidik diri supaya lebih hemat didalam membuat keputusan dalam hidup, pada pandanganku.

Segi paling penting perjalanan adalah bahwa kita mampu mempelajari diri kita sendiri lebih banyak dengan melihat orang-orang lain.” – Hal 91.

Aku berterima kasih kepada Mas Daniel kerana banyak tips yang bisa aku pelajari untuk menyusun mimpi-mimpiku pada masa akan datang. Terlalu banyak mimpi yang ingin aku capai tetapi, haruslah satu persatu. Dan aku percaya bahawa aku juga bisa berjaya seperti Mas Daniel kerana aku percaya dengan kata-kata Mas Daniel bahawa “Jangan pernah takut  untuk bermimpi dan mewujudkannya.

Sesiapa yang belum membaca buku ini, luangkan sedikit masamu untuk merasa sama-sama perasaan traveling tanpa perlu kemana-mana. Dan jangan pernah berhenti bermimpi!!

Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.

Salam sayang,

Hajaribrohim Binti Mahmod

Kuala Lumpur, 2014.

_________________________________

* Human & Animal Rights Activist, Graphic Design, Illustration, Creative, tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian.