[Quote] Niskala

Ulasan Niskala | #16

Rizki Wulandari
Pembaca, tinggal di Jambi

Satu lagi buku yang berhasil kutamatkan di tahun ini. Buku ini berjudul Niskala, berasal dari bahasa sanskerta yang berarti selamat; tak ada halangan. Seperti biasa, selain menuliskan review tentang buku tersebut, aku pun mengutip beberapa kalimat di dalamnya, yang kunilai menarik. Yea, here they are, some quotes from Niskala (Kiki version).

Laksana hidup yang tak mudah ditebak jalan ceritanya, demikian pula malam. (hal. 12)

Setiap semua dan segala yang Tuhan ciptakan memang memiliki darma. Begitu juga manusia. Lalu apa darmaku? Aku bertanya-tanya dalam hati. (hal. 50)

“Well… barangkali aku terlalu berlebih-lebihan dalam memujinya. Tetapi, bukankah begitu kelakuan orang yang sedang jatuh cinta?” (Galang – hal. 53)

Terkadang, sikap percaya kerap melebihi apapun. Karena percaya, tanpa kita sadari, dapat bermanifestasi pada tindakan. Apalagi kalau kita sadari. (hal. 59)

Aku memang tidak percaya pada kebetulan. Yang aku percaya, semua dan segala yang terjadi di seluruh semesta ini sudah ada grand design-nya. Sudah ada cetak birunya. Tuhan telah meletakkan alas pikirnya. Semua tinggal menunggu manusia, berani menyibaknya atau tidak. (hal. 61)

Sikap percaya memang kerap kali mendatangkan banyak keajaiban. (hal. 61)

Tetapi aku senang melakukannya. Siapalah yang tak senang menemani orang yang kita sukai, bukan? (hal. 100)

Bukankah kita tidak menunggu semua lampu lalu lintas menyala hijau baru kemudian pergi? Kita memutuskan berangkat dari rumah, terlepas lampu lalu lintas menyala merah, kuning, atau hijau di jalan. (hal. 119-120)

Bukankah dalam hidup ada begitu banyak cara untuk membuat kita merasa tenang dan nyaman dengan diri sendiri? Dan kurasa hal itu sifatnya sangatlah pribadi. (hal. 121)

“Manusia itu, Bro, … nggak suka diatur-atur. Tapi pada konteks tertentu sangat senang dengan keteraturan. Paradoks? Mungkin. …” (Faul – hal. 159-160)

“Taka da cinta yang tak konyol. Setiap orang yang jatuh cinta, selalu terjerembab ke dalam kekonyolan.” (Faul – hal. 162)

“Apa yang membuatmu jatuh cinta kepada perempuanmu? Jika kamu sudah menemukan jawabannya, nikahilah ia karena alasan-alasan itu. Bukan karena alasan-alasan di luar itu. Dengan begitu kamu akan terbebas dari kekhawatiran-kekhawatiran yang kamu ciptakan sendiri.” Romo Hardi – hal. 171)

Aku hanya ingin mereka menjadi manusia-manusia yang bertanggungjwab dengan pilihannya.” (Sofie – hal. 183)

“Maksudku setiap individu punya jalan sendiri-sendiri untuk mencapai titik kesadaran. Setiap orang gak sama dalam meniti jalan itu.” (Mas Hendra – hal. 189)

Ya, pergi memang tidak menyelesaikan masalah. Tetapi, pergi terkadang mampu memulihkan hati. (hal. 218)

Bukankah setiap manusia yang dilahirkan ke dunia akan menyandang persoalan demi persoalan yang baru usai ketika ia mati? (hal. 250)

“Hubungan yang direstui semesta selalu menghadirkan banyak keajaiban.” (Galang – hal. 295)

Waktu selalu berjalan ke depan. Tidak berhenti dan tidak menoleh ke belakang. (hal. 296)

Benarkah kesusahan hidup orang lain jauh lebih menyakitkan ketimbang penderitaan seseorang lainnya? (hal. 347)

“Kamu boleh saja melakukan perjalanan. Sampai keliling dunia kalau perlu. Tetapi, mesti jelas dan pulang kembali. Bukan bertualang gak tentu arah kayak layangan putus begini.” (Juan – hal. 376)

“Petualang sejati adalah ia yang bisa berkata cukup kepada diri sendiri dan menyadari bahwa pulang adalah tempat paling indah yang menjadi tujuan hidupnya. Karena perjalanan mengajarkannya begitu.” (Juan – hal. 378)

“Hidupmu gak berakhir seperti ini, my friend. Justru hidupmu yang sebenarnya baru saja dimulai.” (Juan – hal. 382)

Pulang adalah kata paling indah yang dimiliki seorang petualang ketika ia telah tahu jalan menuju pulang. (hal. 383)

________________________________

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di bukulova.blogspot.com [14 Februari 2015].