Menyusuri Misteri “Epitaph”

Ulasan Epitaph | #12

Oleh Rara Ajeng Dewantari Radesya

Sebenarnya buku ini sudah lama ingin aku baca, tapi karena ada suatu hal, terpaksa kakakku yang lebih dulu membacanya. Jadi aku menunggu hingga kakak selesai membacanya. Mungkin ini novel pertama yang dibaca kakakku. Padahal ia gak pernah tertarik baca novel, entah kenapa ia bisa tertarik untuk membacanya. Secara ia suka sesuatu yang berhubungan dengan otomotif. Menulis ulasan ini sangat sulit bagiku, secara aku mengenal penulis dan paham betul karakternya. Tapi aku akan berusaha se-obyektif mungkin menilainya. Aku memang tak belajar sastra, hanya orang awam yang mencintai satra. Ini hanya ulasanku berkapasitas sebagai pembaca. Seperti karya-karya satra lainya yang pernah aku baca. Dan aku hanya menceritakan apa yang telah aku baca. Sebenarnya mungkin aku belun pantas menilai sebuah karya seseorang, jadi mungkin kalau ada salah kata, desya mohon maaf.

Epitaph adalah bagian dari novel Trilogi (Epitaph, Epigraf dan Epilog) buah karya Daniel Mahendra terdiri dari sepuluh bab dan 358 halaman yang bercerita tentang tiga tokoh sentral yaitu Haikal, Laras dan Langi. Di awali Haikal yang membawa setumpuk catatan pada Langi untuk dijadikan sebuah novel. Dan ada kisah percintaan antara Haikal dan Laras yang menurutku unik dan menarik untuk disimak. Haikal harus kehilangan kekasih yang sangat dicintainya (Laras Sarasvati) itu dengan tragis. Dan kematian itu yang menyisakan misteri. Karena Laras hilang bersama kru film lainnya jatuh dari helikopter saat melakukan pengambilan gambar dari udara menggunakan helikopter milik TNI AD. Ada semacam birokrasi di sini, yang berusaha menutup-nutupi tentang kejadian itu. Hingga semuanya terungkap saat bangkai helikopter itu ditemukan bersama tulang-belulang penumpangnya. Bahkan saat pengambilan jenazah korban, pihak Angkatan Darat mengajukan beberapa syarat yang tidak manusiawi untuk disepakati.

Meskipun kadang alurnya melompat, tapi penulis mampu membimbing pembaca untuk terus membaca halaman berikutnya. Pada bab Epitaph seharusnya bisa dieksplore lebih dalam lagi, tapi sepertinya kak Daniel terburu-buru menuntaskan cerita. Padahal aku sudah sangat larut dan mengharu biru. Bahkan aku sampai meneteskan air mata. Karena dalam pikiranku terbayang kejadian itu seperti nyata. Membayangkan saat jenazah dari orang yang kita sayangi di masukkan tas sekecil itu. Sungguh sangat tidak manusiawi. Dan aku pikir ini adalah kenyataan.

Satu hal lagi, membaca Epitaph aku seperti membaca kak Daniel itu sendiri. Tiga tokoh itu jelas sekali adalah sosoknya. Ini adalah cerita fiksi yang berdasarkan fakta sesungguhnya. Memang tak semuanya nyata, tapi cerita ini berdasarkan kisah nyata mungkin. Aku seperti melihat tokoh Laras hanya dibuat untuk mendukung kisah yang sebenarnya.Karena yang hadir dalam bayanganku adalah seorang cowo gitu. Ada sebuah misteri yang menggantung. Tapi mungkin juga hanya sebuah ilusi karena emosiku terbawa saat membacanya. Ada banyak pertanyaan di kepala Karena tokoh laras yang sesungguhnya sudah meninggal tapi pada awal bab bisa menceritakan kronologi kejadian saat pesawat itu terjatuh secara gamblang. Ini bisa membuat penasaran pembaca. Dan dari judulnya saja “Epitaph” sudah mengandung sebuah misteri dan tanda tanta bagi pembaca. Coz ternyata banyak juga yang belum tau artinya.

Secara keseluruhan Epitaph adalah karya sastra yang menarik untuk dibaca. Gaya bahasanya enak, aku seperti membaca bukunya pak Pram. Covernya bagus, aku pikir sudah sesuai dengan cerita. Banyak filosofi hidup dan pesan-pesan moralnya. Benar-benar cara mengingat kematian yang membuat kita harus berpikir dan belajar. So…., bagi kalian yang belum memiliki bukunya, silahkan datang ke Gramedia terdekat di kota Anda. Pastikan Anda telah membacanya…

________________

* Mahasiswi Teknik Sipil, Universitas Indonesia.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dan lengkap dari ulasan ini tetap mesti dilihat di blog radesya.com