Mimpi

Ulasan Perjalanan ke Atap Dunia | #44

Oleh Indra Ma’sumah

Belum tuntas aku membacanya, aku sudah tersentak dengan apa yang Daniel lakukan terhadap impiannya. Melalui buku ”Perjalanan ke Atap Dunia” Daniel mengajak para pembaca untuk mewujudkan apa yang menjadi impian kita. Aku seolah kembali pada titik dimana aku belum mampu mewujudkan impianku. Setiap orang memiliki impiannya masing-masing, begitu juga dengan Daniel dan aku. Daniel memutuskan untuk pergi ke Tibet, tempat yang menjadi impiannya untuk dikunjungi. Bukan keputusan mudah dan kecil yang diambil Daniel. Ia pergi ke Tibet 2011 lalu seorang diri. Menjadi seorang solo backpacker bukan hanya dilakukan oleh Daniel, beberapa backpacker lainnya yang aku tahu telah melakukan perjalanan seorang diri, seperti Trinity dan Adis juga melakukan solo backpacker dengan tujuan yang sama. Tujuan yang aku asumsikan adalah rasa syukur terhadap semesta. Kemana pun destinasinya, selalu ada cerita yang mengesankan yang ditakdirkan oleh semesta untuk kita. Ahh beruntungnya mereka yang memiliki kesempatan. Hey tunggu, bukannya semua orang memiliki kesempatan?

Aku selalu bermimpi untuk menginjakkan kaki di seluruh kota di Indonesia. Mungkin kedengarannya simple, masih berada di satu negara. Tapi buatku, ini adalah impian besar yang membutuhkan tekad besar, biaya besar, keberanian besar dan mental yang besar. Tantangan dalam melakukan sebuah perjalanan bagiku tidak muncul ketika kita sudah melakukan perjalanan. Tantangan tersebarku untuk melakukan sebuah perjalanan adalah “izin orang tua”. Ya, itu adalah tantangan pertama yang harus aku taklukan. Dan tidak jarang aku sudah gugur ditantangan pertama. Sial.

Posisiku sebagai seorang anak perempuan menjadi alasan utama orang tuaku yang secara tidak langsung menghentikan langkahku dimasa muda ini untuk mengeksplor seperti apa keindahan semesta yang sesungguhnya, bukan hanya pengetahuan yang aku dapat dari televisi, internet, majalah dan lainnya. Rasa ingin tahuku yang begitu menggebu harus aku wujudkan, segera!

Belakangan ini aku semakin muak dengan rutinitasku yang menjemukan, tidak dirumah, dikampus, dikota ini. Aku merasa sangat kecil jika hanya menjadi seorang anak perempuan yang mengikuti semua aturan yang hampir mencekik dan membuatku mati diusia muda. Aku tahu aku makan dan bisa hidup seperti ini karena jeripayah kedua orang tuaku. Durhaka sepertinya jika aku tidak membalas apa yang selama ini telah mereka berikan untukku. Aku sadar akan balas budi. Aku juga tidak akan lupa untuk membalasnya. Pasti. Itu janjiku. Aku akan memberikan apa yang bisa aku berikan untuk mereka.

Hanya saja aku membutuhkan waktu untuk diriku sendiri saat ini. Mencari tahu siapa aku. Yang aku rasa, dalam sebuah perjalanan akan aku temukan jawabannya. Seperti apa yang dikutip Daniel dalam bukunya “When you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it”(Paulo Coelho – The Alchemist). Apapun yang terjadi, semua ku pasrahkan kepada semesta. Karena aku yakin Tuhan selalu menemani setiap langkahku.

Kembali pada impianku, aku ingin sekali mengunjungi Malang, Jogja, Berau dan Lombok ditahun ini. Kenapa 4 kota itu yang menjadi sasaran empuk dalam perjalananku, alasannya simple. Aku adalah korban program televisi, blog dan buku travel writer. Ya, aku memang murahan. Mudah suka, suka akan hal-hal baru yang belum pernah aku lakukan. Aku belum pernah menginjakkan kakiku di Malang, Berau dan Lombok. Masuk akal bukan kenapa aku ingin kesana. Untuk Jogja, aku memang sudah pernah kesana tapi ada tempat yang ingin sekali aku datangi di kota Gudeg itu.

Bulan Juni, yang berarti ini adalah Holiday! Ya meski untuk berlibur tidak terbatas hanya dibulan ini saja buatku. Tapi rasanya aku memang membutuhkannya dibulan ini. Tapi keputusan ada di Tangan kerajaan, Ratu dan Raja di istanaku. Rasanya aku seperti puteri Raja yang harus mengikuti seluruh aturan kerajaan. Tidak boleh pergi sendiri ke tempat yang jauh tanpa pengawasan pengawal karena banyak bahaya yang mengancamnya. Bedanya aku tidak boleh pergi jauh karena aku seorang anak perempuan. Oh no, aku seolah menjadi seorang Kartini pada masanya. Bedanya aku berada di Zaman modern yang “masih” diperlakukan seperti Kartini tempo dulu. Kasihan.

OKE! Apapun tantangannya, aku yakin dan harus mewujudkan mimpi-mimpiku. Setidaknya sebagian:)

Untuk kalian, jika kesempatan itu ada mengapa harus ragu ? Setidaknya kalian lebih beruntung dariku bukan?

_________________________________

* Pembaca, tinggal di Tangerang Selatan, Banten.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di kicauankecil.tumbrl.com [Rabu, 19 Juni 2013].