Ulasan Novel Niskala | #15
Pelarian bukan Jawaban, Perjalanan Membutuhkan Pulang
Oleh Rizki Wulandari
Pulang adalah kata paling indah yang dimiliki seorang petualang ketika ia telah tahu jalan menuju pulang.
Buku kedua yang berhasil kuselesaikan berjudul Niskala. Sebuah novel perjalanan karangan Daniel Mahendra. Buku ini menarik banget covernya. Berwarna hijau gitu, such kind of my favorite color. Pokoknya suka banget dengan packaging buku ini. Apalagi ketika buka segelnya, ada quote menarik dari Ernest Hemingway. Let me type it here:
“Mengakhiri perjalanan memang melegakan; namun pada akhirnya, inti dari perjalanan adalah perjalanan itu sendiri.”
Ketika membuka buku ini, aku merasa sedikit berdegub. Saat itu aku pun punya mimpi dan keinginan untuk bisa melakukan perjalanan, terlebih keliling dunia. Buku travelling semacam ini biasanya ampuh untuk membangkitkan motvasi sekaligus menambah pengetahuan mengenai beberapa tempat tertentu yang dibahas di buku ini.
Selain cover dan ilustrasi halaman novel yang menarik, daftar isi adalah hal kedua yang membuatku hmm sedikit terkejut. Nama bab di dalam buku ini sepertinya diambil dari bahasa Sansekerta. Contohnya seperti, Pawana, Sanggita, Arcapada, dll. Namun jangan khawatir, ada glosarium yang berisi penjelasan mengenai arti dari judul-judul bab tersebut.
Dan aku suka dengan bab pertama atau bab pembuka dari buku ini. Sebuah konflik (namun bukan konflik utama) yang bersetting di Everest Base Camp, Tibet. Penggambarannya terkesan real ketika aku membacanya. Adalah Galang, seorang penulis, yang sedang menderita AMS (Acute Mountain Sickness). Dia memang tengah melakukan perjalanan ke beberapa Negara di Asia. Saat mengalami penyakit tersebut, dia sedang mendaki bersama 6 orang lainnya (jika tidak salah, maaf tidak mengecek lagi, hehe) dan semua berasal dari negara yang berbeda.
Ketika Galang sudah merasa lebih baik, salah seorang teman pendakiannya dari Amerika, Juan, menanyakan apa yang membawanya mendaki Himalaya (walau bukan ke puncak Everest). Dan dari situlah kisah bergulir. Tentang cintanya pada seorang perempuan bernama Sanggita, tentang harapan dan mimpi mereka melakukan perjalanan ke Machu Pichu bersama-sama, juga tentang beragam rintangan mulai dari masalah keyakinan hingga penyakit amnesia parsial yang dialami oleh Sanggita.
Di dalam buku ini ada banyak tokoh, namun tidak seluruhnya dibahas secara mendetail. Sementara melihat karakter Galang sendiri, ada kalanya aku merasa senang dengan sosoknya, seorang pejalan yang menuliskan kembali kisah perjalanannya. Begitu pula melihat keakrabannya dengan banyak teman-teman dan terlihat memiliki hidup yang simple tetapi menyenangkan. Namun yea, ada saat keki juga saat ketika dia ditimpa masalah, malah lari dan bukan berusaha menghadapinya.
Selain menyenangkan dan menyebalkan, aku sempat merasa sedih juga saat di akhir buku. Ketika itu Sanggita yang tengah amnesia bertemu dengan Galang untuk pertama kalinya. Namun, yea, dia tidak mampu mengenali Galang, calon suaminya itu. Penggambarannya mampu membuatku membayangkan bagaimana jika aku di posisi Galang. Ketika orang yang kita sayangi mengalami amnesia. Huwaa..menyedihkan sekali memang. Mungkin memang beban itulah yang terasa begitu berat buat Galang, sehingga dia memutuskan untuk melarikan diri.
Ya, pergi memang tidak menyelesaikan masalah. Tetapi, pergi terkadang mampu memulihkan hati. (hal. 218)
Poin menarik lainnya, seperti subjudul dari buku ini: Cinta, Keyakinan, dan Perjalanan Keliling Dunia, maka kisah di dalam buku ini terbagi dalam ketiga hal tersebut. Kisah cinta Galang dan Sanggita sedari awal mereka bertemu, bagaimana mereka bisa dekat dan saling cocok lalu kemudian memutuskan menikah merupakan sesuatu yang manis untuk disimak. Tidak ada kisah pacaran ala ‘bocah’ di sini. Pun bagaimana Galang melihat Sanggita bukan dari sisi fisik namun sifat, karakter, dan kepintarannya.
Begitu pula ketika membahas tentang sisi keyakinan. Lumayan ada pengetahuan baru yang kudapat melalui buku ini. Untuk bagian keyakinan ini, salah satu bentuk yang penulis soroti (karena Keyakinan di sini, tentu bukan soal agama saja) adalah tentang Agnostik. Ada yang pernah dengar sebelumnya?
“…, aku melepaskan diri dari ikatan agama apapun. Aku berserah diri kepada Tuhan tanpa harus melakukan ibadah agama apapun. Aku percaya Tuhan menciptakan seluruh semesta beserta isi jagat raya ini ada tujuannya. Aku percaya, berdoa, dan mengucapkan syukur kepada Tuhan dengan caraku. Dengan cara yang kuanggap paling intim yang bisa kulakukan…” (Sanggita – hal. 144)
Selain Agnostik, ada pula penulis menyebut Sanggita berasal dari keluarga Sahitya dimana kedua orangtuanya sangat ingin agar Sanggita menikah dengan seorang Sahitya pula. Nah, ini dia, Sahitya itu apa? Haha, ada sempat kucek di Google. Namun nihil. Entah ini cara penulis menyamarkan sesuatu dengan Sahitya, atau apa. Masih misteri, buatku, haha.
Namun untuk poin perjalanan keliling dunianya, masih kurang, hehe. Rasanya singkat sekali pembahasannya dan anehnya tidak terlalu kentara seperti bagian tentang Cinta dan Keyakinannya yang mampu meninggalkan kesan di hati. Haha, di hatiku, lho, ya. Gak tahu apakah di hati yang lain, hal tersebut sudah greget atau belum.
Oh yea, hampir terlupa. Melalui Niskala ini aku juga mengenal beberapa kosakata baru. Sebagai contohnya: beringsang, takrif, raksi, lopak-lapik, geladeri, tumpat, dll. Dan yea, penulis a.k.a Daniel Mahendra juga cerdas memainkan kata-kata, pun menyusun ulang quote/kutipan/istilah yang umum kita kenal menjadi suatu bentuk yang baru dan fresh, namun tentu tidak mengurangi atau melebihi arti dari versi aslinya.
Yea, so far, aku enjoy membaca buku ini, wlaaupun ekspetasi akan perjalanannya masih kurang terpuaskan. Namun ada banyak value lain yang menarik untuk diperhatikan, seperti yang telah kubahas di atas. Plus, ada beberapa poin di dalam buku ini yang memberiku semangat dan mengajarkan untuk menjadi individu yang dewasa. Buku ini mampu membuka pikiran terutama dalam menengahi masalah di kehidupan.
_________________________________
* Pembaca, tinggal di Jambi.
Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di bukulova.blogspot.com dan pandoraque.blogspot.com [14 Februari 2015].