Berjalan di Atap Dunia

Ulasan Perjalanan ke Atap Dunia | #29

Oleh Johan Rio Pamungkas

Ketika keinginan telah tercapai dan kita telah berada di sana, semua menjadi selesai dan berhenti seketika. Terkadang proses untuk mencapai sesuatu acap kali jauh lebih bermakna ketimbang tujuan itu sendiri.

Saya harus berterima kasih kepada Mulya yang telah memberikan saya buku ini. Sebenarnya dia tidak memberikan buku ini secara langsung sih, tapi saat ada acara buka puasa yang di dalamnya ada sesi bertukar kado secara kebetulan saya mendapatkan kado nomor 18 yang ternyata adalah kado dari Mulya isinya buku ini. Jadi paragraf pertama ini saya tuliskan dan dedikasikan untuk seorang rekan, sahabat sekaligus saudara saya : Mulya Fitrah Utama.

Buku ini berjudul lengkap, Perjalanan ke Atap Dunia : Tibet, Nepal, dan Cina dalam Potret Jurnalisme. Adalah Daniel Mahendra sejak kecil bermimpi untuk ke Tibet karena dia membaca komik Tintin di Tibet. Awalnya mimpi itu sepertinya hanyalah bualan dia belaka karena sejak kecil sampai dewasa keinginan ke Tibet hanyalah omongan belaka. Hingga pada awal tahun 2011, temannya yang bernama Ijul bertanya kepada Daniel : “Jadi kapan mau ke Tibet?” Voila dimulailah penguatan tekad dan akhirnya perjalanan ke Tibet seorang Daniel.

Daniel mengawali perjalanannya tentu saja dari merencanakan perjalanannya atau biasa disebutitinerary, bagaimana ia mengecek tiket murah ke China karena Tibet tidak bisa ditempuh begitu saja lewat pesawat sampai ia harus mengurus visa diceritakan dengan detail tapi menarik olehnya. Kemudian, banyak hal-hal yang diceritakannya selama perjalanan yang mungkin biasa bagi orang lain namun melalui tulisannya jadi menarik seperti fungsi-fungsi setiap lantai bandara Thailand, fasilitas kereta api di China sampai hotel sederhana tempatnya menginap di Tibet pun diceritakannya. Perjalanan dan tempat-tempat yang dia kunjungi di Tibet juga tentu saja diceritakan karena memang itulah inti buku ini. Dalam perjalanannya, Daniel bertemu dengan orang-orang yang membuatnya melihat ke dalam diri dan menemukan apa sebenarnya tujuan dia melakukan perjalanan tersebut.

Buku yang lagi-lagi mengajarkan untuk berani bermimpi ini menurut saya sangat cocok untuk yang suka traveling khususnya yang suka naik gunung atau backpacker karena di sini juga disebutkan bagaimana mengatasi Acute Mountain Sickness atau sakit ketika naik gunung serta tipe-tipe backpacker. Yang tidak suka travel minimal juga akan menyukai buku ini karena mengajak pembacanya bermimpi dan berimajinasi berjalan-jalan ke Tibet. Terdapat juga kutipan-kutipan perkataan para penulis atau orang terkenal di tiap babnya sesuai dengan isi bab.

Yah, buku ini mirip-miriplah dengan buku 40 Days in Europe-nya Maulana M. Syuhada atauTravellous-nya Andrei Budiman serta tentu saja The Naked Traveler-nya Trinity. Yang membedakan buku ini mungkin di letak penulisnya (ya iyalah penulisnya pasti beda) Daniel Mahendra yang seorang wartawan menuliskannya dengan gaya jurnalisme sastrawi seperti kata Gol A Gong di pengantarnya, “Buku ini ditulis dengan teknik menulis fiksi, sehingga pembaca tidak seperti sedang membaca sebuah brosur perjalanan”

Satu yang sangat mengganggu bagi saya pribadi, khususnya karena ini bulan puasa, ada kata-kata kasar yang tidak disensor sehingga harus selalu beristighfar ketika keasyikan membacanya. Namun, bagi yang terbiasa ya gak apa-apa, hehehe.

Akhir kata buku ini mengajak kita berani bermimpi, menemukan makna hidup dan terus  menjadi diri.  Yah, seperti Daniel yang terus berjalan dan akhirnya menemukan orang-orang tak terduga dalam perjalanannya sehingga pada akhirnya menemukan apa tujuan dia melakukan perjalanan dan makna banyak hal. Untuk hal ini saya juga ingin mengutip kata Mulya di tausiyah atau kata-kata bagus yang dia berikan bersama buku ini. “No body knows what will be happened tomorrow, just give the best efforts to obtain ridho Allah

Bumi Allah yang bernama Depok, Indonesia. 15 Ramadhan 1433 H / 8 Agustus 2012, Pukul 22.59 WIB

_________________________________

* Tinggal di Depok.

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di www.johanriopamungkas.com [Agustus 2012].