Niskala [08]

Ulasan Niskala| #19

Andini Agustin
Pembaca, tinggal di Payakumbuh

NISKALA. Sebuah novel karya Daniel Mahendra yang sudah aku baca sejak kemarin. Dan aku memilih menuntaskan membacanya pagi ini sebab cerita yang disuguhkan cukup menarik dan mengingatkanku pada seseorang dalam kisah lama dan seseorang yang lain.

Ada hal-hal yang sangat menarik dari novel ini. Sungguh, saat pertama kali membaca, aku kira ini adalah novel yang membosankan dengan kisah roman yang begitu-begitu saja. Penggunaan majas yang agak sedikit hiperbola dan pemilihan beberapa diksi yang cenderung lebih banyak muncul dalam keseluruhan kisah novel ini, adalah beberapa hal yang membuat aku berpikir novel ini akan membosankan. Ternyata dugaanku tidak benar.

Daniel Mahendra menyajikan alur dan cerita yang luar biasa. Ia mampu mengemas dengan rapi dan menceritakan setiap kisah dengan tidak terburu-buru. Ia mampu mencari waktu yang tepat dalam menyuguhkan potongan-potongan kisah kepada pembaca. Terlebih lagi, Daniel Mahendra juga mengenalkan kosakata Sanskerta dan pengetahuan-pengetahuan baru. Seperti judul novel dan judul bab-bab dalam novel ini yang keseluruhan menggunakan bahasa sansekerta.

Niskala merupakan kosakata dalam Bahasa Indonesia sekaligus bahasa Sanskerta yang berarti tidak berwujud; tidak berbeda; mujarad; abstrak (Bahasa Indonesia) dan berarti tidak ada halangan; selamat (Sanskerta). Kemudian judul-judul bab dalam novel ini: Pawana (angin), Sanggita (penjiwaan), Arcapada (dunia, jagat semesta), Ragana (kasmaran, jatuh cinta), Rencaka (susah, sedih), Kamawedha (ajaran tentang percintaan), Kawadaka (diketahui rahasianya), Prasapa (amanat, pesan, ajaran), Arkamaya (sinar, cahaya, praba), Wiwandha (halangan, rintangan, kendala, masalah), Pranama (purnama), Wisapaha (penawar bisa), Nirwikara (tak berubah, tabah, berani), Bisuwa (sesaji), Nilawarsa (hujan bercampur angin), Wresthipatha (hujan lebat), Wilapa (syair sedih, syair keluhan), Duhkitawara (kata-kata atau syair tentang duka cita), dan Wasana (akhir, penutup, penghabisan), memberikan kekayaan lebih pada wawasan pembaca.

Lalu lewat novel ini aku pun mengenal pengetahuan tentang keyakiann dan hubungan dengan Tuhan. Seperti agnostik, yaitu paham di mana seseorang yang beranggapan bahwa keberadaan Tuhan tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia. Berbeda dengan atheis, agnostik mempercayai keberadaan Tuhan namun tidak melalukan ibadah atau ritual agama tertentu. Penganut paham agnostik, tetap berdoa dan bersyukur dengan caranya sendiri serta menjalani hidup sebaik-baiknya. Aku baru tahu ternyata paham seperti ini dinamakan agnostik.

Kemudian, aku juga baru tahu ternyata ada beberapa orang yang meyakini Islam Sahitya. Apa lagi ini? Tentang Islam Sahitya aku pun belum membaca literatur tentang hal ini, sehingga aku belum mampu menuliskannya. Juga ada penganut keyakinan Islam Wettu Tellu yang merupakan sinkretisme Hindu-Islam. Keterangannya masih sangat sedikit sekali namun aku sunnguh ingin tahu tentang kedua keyakinan ini. Well, ternyata Indonesia memang sekaya-kayanya dalam hal apa pun termasuk agama. Daniel secara tidak langsung juga ingin membangunkan serta mengajak batin kita berkomunikasi perihal keyakinan kita terhadap sang Maha segala.

Selain pengetahuan tentang keyakinan, pengetahuan popular seperti wisata Indonesia dan dunia juga coba dikenalkan Daniel lewat novel  ini. Daniel mengulas alam Indonesia dan dunia lengkap dengan data-data konkret seperti luas, tinggi, sejarah dan akses menuju tempat tersebut dengan bahasa yang ringan dan tidak membosankan. Seperti saat ia mengulas tentang Tibet, Machu Pichu, Gunung Rinjani dan kawan-kawannya, Kawah Putih dan wisata ala Bandung, dan tempat-tempat menakjubkan lainnya. Daniel seolah ingin menyadarkan pembaca bahwa Indonesia itu indah sekali bahkan menakjubkan.

Tuhan menitipkan surga pada kita. Keindahan langka yang tidak akan kita dapatkan dimanapun di belahan bumi lain selain Indonesia. Secara tersirat, bagi diriku pribadi filsafat dan hubungan kepada Tuhan ingin segera kuperdalam setelah membaca novel ini. Kisah dalam Niskala luar biasa dan komplit dengan porsi yang pas pada setiap elemen yang disuguhkan. Cinta, keyakinan, perjalanan, keteguhan hati, dan pengetahuan diramu dalam komposisi yang pas dan tidak berlebihan. Ini novel yang baik.

Cerita dalam kisah ini seperti menarikku untuk kembali refleksi diri, meniadakan keegoisan, mawas diri, dan menyuruhku untuk berpikir ulang tentang perasaan dan kasih sayang serta cinta. Konsekuensi atas pengutaraan perasaan kepada seseorang, tanggung jawab tentang tindakan yang sudah dilakukan, komitmen, dan hubungan. Semua hal tersebut menuntutku untuk berpikir ulang dan refleksi dengan tindakan yang sudah dilakukan. Pendewasaan memnag butuh proses bukan? Aku kira itu adalah pematangan pikiran dan perasaan.

Cinta dan kasih sayang itu sakral. Tidak ada pemaksaan tidak ada keterpaksaan. Cinta itu adalah kebahagiaan tersendiri. Itu yang aku sadari hari ini. Meski hanya berupa penjabaran dalam tiga kalimat, sesungguh ada makna yang lebih dalam dibaliknya. Hidup memang butuh pendewasaan.

Terimaksih pada roman NISKALA dan pemikiran yang timbul sesudahnya. Ini menyenangkan dan mendewasakan

________________________________

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di andiniagustin.blogspot.co.id [Jumat, 15 Juli 2016].