Alaya, Sebuah Perjalanan Menjemput Mimpi

Ulasan Alaya | #08 

Dhani Pratiknyo
Pembaca, tinggal di Jakarta

Sebelum membaca buku karya Daniel Mahendra ini, untuk pertama kali, di tahun 2018, terus terang saya masih rancu dengan China, Tibet dan Nepal. Saya pikir, Tibet dan Nepal adalah bagian dari China dan ternyata saya salah. Nepal adalah negara sendiri, dengan ibukota Kathmandu, sementara Tibet menjadi bagian dari Cina dan punya ibukota Lhasa.

Saya selalu suka membaca buku-buku tentang perjalanan. Seperti semacam ‘balas-dendam’ karena boleh jadi saya tak akan bisa mengunjunginya langsung. Tentu saja bukan buku perjalanan yang hanya penuh sesak dengan itenary seharian. Bukan yang seperti itu. Namun, buku yang membuat saya bisa merasa tak berjarak dengan daerah yang dikunjungi.

Di buku Daniel, setebal 403 halaman, saya bisa merasakan suasana di stasiun Chengdu, titik awal keberangkatan ke Tibet, saya merasa ikut-ikutan kena AMS karena perbedaan ketinggian yang ekstrim, juga merasakan pegalnya naik hard sleeper train selama 2 hari, menuju ke tempat tertinggi di dunia. Juga merasakan kekesalan penulis saat melihat banyak hal yang ‘nggak klop’ dengan hatinya. Tentang ‘eksploatasi’ tempat ibadah, tentang penduduk lokal yang gemar menawarkan mariyuana. Dan banyak lagi kisah-kisah yang menghangatkan hati. Tentang Juan, tentang seorang bapak tua penjual kopi di terminal bus, tentang Jenie, seorang dokter Perancis yang sedang mengambil PhD di India.

Jika ditilik ke belakang, semua perjalanan ini dimulai dari sebuah buku karya Herge, Tin-Tin, yang dibaca Daniel saat kecil. Lalu setelah itu, dia memupuk mimpi demi mimpi untuk mengunjungi Tibet, tapi hanya berhenti di mimpi. Lalu suatu saat, ketika usianya 35 tahunan, seorang teman, Ijul, menyentilnya. Mimpi harus diwujudkan, bukan hanya disimpan dalam ingatan.Dari titik itulah, perjalanan ‘tunggang-langgang’ dimulai. Dari 0 biaya, sampai akhirnya terkumpul cukup uang untuk mewujudkan mimpi itu. Dari rencana perjalanan berdua, menjadi sendirian.

Lebih menariknya lagi, ada bagian-bagian dari tulisannya, berupa surat/percakapan imajiner dengan anaknya Sekala. Bagian-bagian ini juga menghangatkan hati, dengan caranya.

Jadi, sudahkah kau mulai langkahmu mewujudkan mimpi, Dhan? Atau jangan-jangan kau bahkan lupa bermimpi? Januari sebentar lagi datang. Ayuk ah, semangat. Kalaupun belum ada mimpimu, penanggalan Desember masih menyisakan 1 tanggal lagi. Kamu bisa ….

________________________________

Tulisan ini dimuat di sini tak lain sekadar usaha pendokumentasian. Versi asli dari tulisan ini ada di Facebook penulis [30 Desember 2022].